CERITA PENDEK "KAWAN"
KAWAN
Kusam
sekali kulihat foto itu, aku berusaha membersihkannya. Melap dengan hati-hati
supaya gambarnya tidak luntur. Setelah bersih, aku kemudian dan memasangkan
pigura baru. Lalu aku tempatkan di dinding kamar kos ku, yang terlihat kusam
dan terurus agak sedikit berwarna ketika melihat foto tersebut. Itu adalah foto aku dan kawanku ketika berada di Pantai
Oesapa. Itu dua tahun lalu, ketika kami masih kuliah bersama. Tahun kemarin ia
sudah wisuda, dan aku hanya menunggu surat DO (Drop Out). Aku sudah terlamabat
dua tahun untuk menjadi seorang sarjana.
* * *
“Bro, katong pi
pantai yok”, ajakku di suatu hari senin, padahal kawan ku sedang sibuk kuliah,
dan mulai sibuk dengan pemilihan judul skripsi. “Sebentar sore sa, be ada sibuk
ni. Sond apa- apa to?”, jawabnya sambil masih sibuk dengan laptop dan gadgetnya.
“Okelah, be mana-mana sa. Intinya katong pi sama-sama to”, jawabku santai
sambil merebahkan diri dan terlelap sesaat. Dia orang yang setia kawan, dia
tidak pernah menolak ajakan ku kemana pun dan apapun itu. Ia selalu
menghiyakan, walau harus membuang jadwal nya yang lain demi jalan-jalan dengan
aku yang ‘sonde jelas’ ini. Kami selalu menghabiskan waktu di Bukit Cinta
ataupun di pantai. Malam minggu sudah pasti harus keluar, bahkan sejak pagi,
aku sudah stay di kos. Walaupun sejak pagi dia masih berkutit dengan
tugasnya. “Hari ini sond ada kuliah ko abang?” tanyannya sambil tak menoleh
karena sibuk dengan tugasnya. “Ada, sebentar jam 3. Be pemalas ni. Be su
semester tujuh ni, belajar lai deng dong yang baru semester tiga bahkan
semester satu lai”, jawabku sambil mengambil gadget untuk melihat info
dari grup kelas ataupun grup matakuliah yang belum tuntas tahun kemarin. “Kuliah
tu totalitas om, supaya cepat selesai. Lihat beta ni, su semester tujuh ju,
tapi beda, be su mo kerja kerja skripsi”, kali ini dia berbalik dan tertawa.
Aku pun hanya tersenyum miris. Kemudian ini yang di katakan, yang tidak pernah
aku dapat dari siapa pun,kecuali dari dia. Dia mengawalinya dengan batuk yang
dibuat-buat, “Jadi bagini om, pertama, katakan All Is Well, pada setiap
situasi, susah ataupun senang. Kedua, harus setia, pada apapun itu Wanita,
teman dan yang paling utama adalah belajar dan kerja tugas. Ketiga, jangan lupa
makan dan istirahat ini juga penting yah” kemudia dia berbalik lagi mengerjakan
tugasnya. Itu adalah petuah yang di buatnya khusus untuk aku atau mungkin
dirinya juga berpaku pada petuah yang dibuatnya sendiri atau didapat dari mana
aku tak tau. Tidak lama tadi, setekah memberi petuah, ia berbalik lagi “Sudah
selesai brogan”, ia tersenyum bahagia. “Katong nanti foto to, katong sewa canon
lima puluh memang ew. Supaya puas to” sambil senyum merayu. Ini adalah
kesenangan yang tidak akan berubah dari dia, berfoto-foto. Pernah suatu kali
aku tanyakan ke dia, apa sih yang bagus dari foto terus, muka tidak pernah
berubah. Dia jawab begini, “Lu harus tau, berfoto itu adalah sebuah pengubahan
diri secara tidak langsung. Katong kalo su foto pasti berubah na. katong lebih
ganteng, lebih keren dan yang paling penting adalah eksistensi dar foto
tersebut,keindahan untuk mata siapapun” singkat pada dan tidak jelas. Intinya
dia menganggap bahwa foto itu sebuah keindahan. Penggambaran sebuah keindahan
mungkin maksudnya aku pun tidak tahu.
Foto
itu sudah tertempel rapi di dinding kamarku, dan aku mulai teringat dengan All
Is Well nya sahabatku. Lipooz, begitu aku biasa memanggilnya, biar keren
aja kubilang. Sejak hari satu bulan yang lalu, dimana surat dari kampus tentang
ancaman DO. Mulai saat itulah aku mulai rajin dqan mengikuti petuah temanku,
tiga hal yang tidak kudatkan dari siapapun kecuali dia. Aku mulai rajin kuliah,
mengerjakan tugas tepat pada waktunya, udah tidak pake yang sitem kebut satu
malam yang biasa kupakai ketika masih malas-malasan dulu. nilai sudah semakin
beranjak dari keterpurukan. Setiap aku malas belajar atau ada niat tidak kerja
tugas, aku hanya cukup memandang foto tersebut. Kemarin juga sudah ku print ketiga
petuah dari sahabatku. Aku tempelkan dan itu sudah semakin sempurna penyemangat
belajarku. Aku pun tak hentinya berkabar dengan dia, dia sudah mendapatkan
kerja sebagai seorang gaid di Bali, tempat impiannya dulu.
* * *
Akhirnya sore itu, setelah kuliah onlineku
sudah selesai, yang kulalui hanya denga ‘iya pak’ atau ‘baik pak’. Lalu selesai
sudah. Lipooz pun sudah menyelesaikan tugasnya dan tidak ada kuliah hari ini. Kami
beranjak dengan V-ixion merah kesayanganku. Kami beranjak ke Pesisir Oesapa. Sesampainya
disana, sudah banyak orang yang datang ke sana. Begitulah keadaan di sana,
ramai dan pemandangannya yang indah. Aku dan Lipooz punya alasan masing-masing
menyukai tempat ini. Lipooz selalu mengabadikan moment untuk setiap senja ketika
kami datang ke sini. Sedangkan aku tidsk terlalu suka dengan itu semua, aku
lebih suka memandang senja sampai dia terbenanam dan hilang. Itu kebahagian
tersendiri bagiku, sedangkan kawanku itu juga punya kebahagiannya sendiri juga,
yaitu berfoto. Berulang-ulang kali sampai ia katakana sudah bagus. Itu baru
kami pulang. Ia sibuk dengan fotonya, sedangkan aku sibuk mencari kata-kata
yang pas dan cocok untuk melukiskan setiap senja yang kulihat. “Co lu lihat
ini, keren to. Itu makanya be ajak lu tadi, bagus kawan”, tanyanya ketika
melihat hasil potret tadi. Padahal menurutku, hampir sama semua fotonya sama. Hasilnya
memang bagus tetapi dia selalu memperlihatkan hal yang sama padaku. “Bagus abang,
nanti lain kali be ikut foto ew. Lain kali sa, bukan ini hari”, aku katakana begitu
untuk menyenangkannya. Pujian terhadap foto adalah kesukaan baginya. Dan itu pun
terjadi, aku berpose bersamanya, aku berniat akan menempelkanya di dinding
kamarku
* * *
Aku kembali teringat diriku yang
selalu kemana-mana dengan kawanku, tapi sekarang kawanku harus pergi untuk
urusannya sendiri. Tapi aku masih disini disibukkan denga tugas yang menumpuk
dan tiada henti berdatangan. Aku bersabar seperti petuah kawanku. Petuah yang paling
mujarab, dan selalu kukatakan All Is Welli, pada kondisi yang membuatku
terpuruk dengan tugas dan belajar yang semakin membosankan. Aku berusaha dan
kelak bisa tercapai cita-citaku, menjadi seorang penyair dan bisa menjadi
wartawan. Itu impianku. Impian kawanku adalah “Nanti kalo be su jadi sarjana, be
sond akan jadi guru. Be mo jadi Gaid di Bali. Nanti di samping be
bekerja be ju bisa berfoto di sana apalagi Bali kata orang itu pemandangannya
bagus”. Kawanku selalu mengimpikannya, dan dia bisa melakukannya. Aku masih di
sini di Kupang, Kota Karang.
Matani,
05 Oktober 2021
2 Responses to "CERITA PENDEK "KAWAN""
Mantap maslanur, lanjutkan karyamu🤗😇
Terimaksih kaks, atas dukungannya. Baik pastinya.
Posting Komentar