UPAYA KONSILIDASI PERDAMAIAN DI PAPUA

 

Oleh Gulielmus Ebat


Masalah sosial budaya dalam kehidupan begitu nyata semakin hari masalah-masalah itu timbul dengan banyak dan beragam dari kekerasan, paksaan, penggusuran dan lain sebagainya. Era reformasi dimaksudkan untuk membangun Indonesia baru, yaitu Indonesia yang demokratis, berkeadilan dan majemuk. Dengan reformasi kita tinggalkan sepenuhnya seluruh budaya politik orde baru yang otoriterianis, nepotis dan korup. Kita berharap spirit reformasi akan menggerakkan semangat, pola pikir, perilaku dan struktur, serta sistem dalam penyelenggaraan negara.

Tetapi semakin lama, kita semakin banyak menemukan kenyataan yang menjemukan. Proses reformasi yang sedang berjalan saat ini membawa dampak yang kurang menggembirakan. Kehidupan politik, dari hari ke hari semakin tak menentu arahnya. Ada yang kecewa, dan bahkan ada yang mengatakan, reformasi telah mati. Tidak ada yang bisa disalahkan. Semua itu adalah kesalahan pandangan bangsa terhadap negara. Memang harus diakui, masalah yang kita hadapi amat kompleks. Sering kali kita disodori berita-berita dan juga gosip-gosip tentang kebejatan moral di kalangan elit politik dan pemimpin.

Ilmu antropologi juga berperan penting dalam pembangunan, mereka melakukan penelitian-penelitian mengenai perubahan sosial dan kebudayaan, hubungan antar etnik atau suku bangsa, politik dan berbagai masalah sosial lainnya. Dalam bidang sosial budaya, Indonesia juga belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Pada masa orde baru, tindakan-tindakan ancaman, kekerasan, paksaan, penggusuran, teror, fitnah, vonis dan pembunuhan tanpa proses peradilan, penculikan, diktator, menjadi bagian dari rezim orde baru. Menyikapi aneka perilaku masyarakat yang cenderung mengedepankan kekerasan, terkesan bahwa masyarakat kita sebagai suatu kebiasaan, yang bukan kejahatan, tetapi dijadikan santapan sehari-hari dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup.

Karena itu, Indonesia dicap sebagai negara yang paling banyak dilanda kekerasan sepanjang beberapa tahun terakhir. Seperti penyiksaan manusia, pemerkosaan, dan pembunuhan manusia, dalam kasus kekerasan, manusia dijadikan objek tontonan, permainan dan penghinaan. Masalah rasisme di Papua adalah salah satu dari sekian banyak masalah yang sering terjadi di Indonesia. Kita tidak perlu malu mengakui, telah masuk budaya asing yang bersifat rasial, diskriminatif, intoleran, dan sarat kekerasan ke dalam kehidupan masyarakat kita. Karena itu sudah waktunya kita berupaya keras dengan segala upaya atau cara untuk memperbaiki citra buruk yang dikotori oleh sebagian aksi kekerasan. Kita prihatin dengan semua gejala diatas. Kita prihatin dengan arah kehidupan demokrasi yang mulai mandek itu. Kita prihatin dengan kehidupan hukum yang tanpa keadilan sekarang ini. Kita prihatin dengan langkah-langkah pemulihan ekonomi yang tidak menentu. Kita prihatin dengan budaya kekerasan telah diterima oleh sebagian masyarakat kita sebagai suatu kebiasaan, dan dijadikan santapan sehari-hari dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup. Citra buruk Indonesia sudah terjadi sejak lama, masa pemerintahan orde baru. Citra buruk seperti ini masih berlanjut.

Kita harus malu bila krisis multidimensional seperti ini dibiarkan terus, maka bangsa ini akan hancur berkeping-keping. Karena itu mau tidak mau kita semua harus menyatukan komitmen mengambil langkah-langkah tegas. Ilmu antropologi sasarannya adalah kebudayaan atau kebiasaan yang melekat dalam segala aspek. Jika kita berbincang dengan ilmu sosial di Indonesia sekarang, kita sungguh-sungguh tidak dapat membicarakannya tanpa menghubungkannya dengan kebudayaan nasional. Jika kita menetapkan apa yang harus dikerjakan dalam ilmu antropologi di Indonesia, maka kita harus memperhatikan masalah yang dahsyat yang di hadapi Indonesia.

Masalah yang paling dahsyat bukan terpuruknya ekonomi, melainkan manusia dan kebudayaan masyarakat Indonesia sudah terpuruk ke jurang yang paling dalam mendekati tingkat kebinatangan. sebagian dari bangsa Indonesia adalah serigala yang siap menerkam saudaraya sendiri. Sementara itu, para pemimpinnya sebagian besar orang-orang yang sebenarnya tidak layak menjadi panutan. Mereka tidak punya hati akan penderitaan rakyat. Banyak orang mengatakan, di Indonesia tidak ada lagi nilai-nilai persaudaraan, kebersamaan, kebudayaan masyarakat yang ramah tamah serta saling hormat menghormati antara suku-suku yang lain. Menyimak hal ini peranan ilmu antropologi di Indonesia bukan hanya mencari informasi, membuat prediksi, melainkan memberi pencerahan, bahkan memberikan pemikiran tentang jalan keluar atau krisis kebudayaan yang di alami oleh bangsa Indonesia masa kini terutama kebudayaan Bhineka Tunggal Ika.

Setelah membunuh banyak warga sipil tak berdosa, menembak mati sejumlah personil TNI dan Polri dan merusak sejumlah fasilitas, lantas mereka mengancam akan membunuh orang Jawa yang tinggal di Papua. Ancaman itu ditebar oleh kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) setelah pekan lalu pemerintah resmi menetapkan Kelompok Kriminal Senjata (KKB) Papua sebagai teroris.

Sebenarnya pemerintah bisa bersikap lebih tegas, karena OPM kini tidak saja sebagai organisasi yang menuntut pemisahan diri Papua Barat dari NKRI, tapi juga melakukan aksi-aksi kekerasan bersenjata, yang mengganggu stabilitas pertahanan dan keamanan nasional di bumi Papua. Padahal dengan sekedar melabeli status teroris dan kriminal kepada OPM, pemerintah otomatis memiliki keterbatasan dalam mereaksi, setidaknya hanya memiliki wewenang layaknya menumpas teroris di tempat-tempat lain di Indonesia.

Padahal, dengan aksi-aksi OPM yang semakin menjadi-jadi belakangan ini, Pemerintah justru dibuat terkesan gagal menghadirkan negara di sektor pertahanan dan keamanan di Papua, yang membuat legitimasi dan reputasi Indonesia semakin buruk di sana. Pemerintah yang telah menetapkan status “pemberontak” kepada pihak yang dituduh mengacau justru gagal melucuti kemampuan pemberontakan mereka.  Jadi jangan disalahkan jika ada saja pihak yang meberikankan tuduhan bahwa instabilitas di Papua sengaja dibiarkan seperti itu.

Justru dengan mengambil langkah minimal seperti melabeli teroris, tapi secara diam-diam melakukan aksi militer, pemerintah akan semakin menjadi sasaran kritik dari banyak pihak, karena melakukan pelanggaran HAM secara diam-diam. Berbeda dengan bertahan dengan status pemberontak dan separatis, yang mengharuskan Indonesia menyepakati sebuah aksi strategis untuk mencegah terjadinya disintegrasi nasional, yang didukung penuh oleh semua elemen bangsa.

Dan lebih berbahaya lagi jika pemerintah mengikuti permintaan Benny Wenda untuk menyelesaikan persoalan Papua secara damai melalui jalur diplomasi. Jika sampai disepakati, maka posisi bargaining power Indonesia dan Papua di ranah nasional maupun Internasional akan sepadan, yang berarti secara de facto Indonesia mengakui eksistensi negara Papua Barat merdeka yang diwakili OPM. Langkah ini akan semakin mempersulit posisi Indonesia di pentas Internasional, terutama di PBB, yang notabene secara hukum Internasional sudah ada di pihak Indonesia selama ini

Jadi sebenarnya langkah pemerintah yang kurang tegas akan mempersulit pemerintah di kemudian hari, alias hanya menunda-nunda penyelesaian konflik Papua, sampai ke rezim selanjutnya. Jika pemerintah tak tegas, maka OPM dan Benny Wenda akan terus menuntut pemerintah untuk berunding melalui jalur diplomasi di pentas Internasional, yang berarti Indonesia akan semakin kekurangan kontrol dalam mengelola langkah-langkah penyelesaian konflik di Papua. Namun di sisi lain, pemerintah juga nampaknya takut mengambil sikap tegas karena takut berhadapan dengan isu HAM

Masalahnya, jika tidak tegas, maka prospek positif justru ada di pihak OPM, karena berpeluang berujung di meja perundingan internasional. Jadi pemerintah harus memilih langkah yang tepat, tapi juga strategis untuk masa depan. Dan sebenarnya langkah itu sudah terbuka, karena ketua MPR, sebagai perwakilan rakyat nasional, telah tegas meminta pemerintah untuk menindak tegas OPM. Menindaklanjuti itu, Pemerintah perlu melakukan sosialisasi masif secara nasional untuk mendapat dukungan penuh dari publik Indonesia bahwa OPM memang pemberontak yang ingin mendirikan negara merdeka dan merusak persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan adanya dukungan masif secara nasional, pemerintah bisa mengumumkan pernyataan perang terhadap OPM, dengan target-target yang terukur agar seminimal mungkin peluang terjadinya pelanggaran HAM terhadap warga sipil. Artinya, targetnya haruslah OPM secara organisasional dan underbow-underbow-nya. Pernyataan perang ini akan membuat OPM berada pada posisi musuh militer dan politik Indonesia, yang jika tak melakukan penyerahan diri, maka harus bersiap menerima resiko, baik politik, ekonomi, keuangan, dan militer.

Sementara di ranah internasional, pemerintah harus melakukan containment strategy terhadap OPM. Ruang-ruang OPM untuk melakukan diplomasi secara setara dengan Indonesia harus ditutup, dengan dukungan dari negara-negara mitra Indonesia di PBB. Indonesia harus meyakinkan publik internasional di PBB bahwa urusan Papua adalah urusan internal Indonesia, bukan urusan publik Internasional. Artinya, dengan mendapat legitimasi di ranah internasional bahwa urusan Papua adalah urusan internal Indonesia, maka semua tindakan yang diambil Indonesia tidak lagi bergantung kepada lembaga internasional seperti PBB, tapi murni ada di tangan Jakarta.

China melakukan strategi semacam ini untuk isu Uighur, Tibet, dan Hong Kong. Di ranah Internasional, bahkan negara-negara Timur Tengah pun sangat jarang membahas kebijakan China atas Provinsi Xinjiang yang berpenduduk mayoritas muslim Uighur, begitu pula dengan isu Tibet dan Hongkong. China berhasil mengurangi peran Dalai Lama misalnya di pentas Internasional, dan berani melakukan perlawanan diplomatik kepada negara-negara yang tidak memperlakukan persoalan Tibet sebagai persoalan internal China.

Lalu soal Hong Kong. Saat China mengakhiri kesepakatan “one country two system” di Hong Kong, yang seharusnya masih berlaku sampai 2047, dunia bergeming dan Hong Kong dengan mulus akhirnya menjadi bagian dari Mainland China di tahun lalu. Dengan kata lain, China berhasil melakukan negosiasi dengan banyak negara di lembaga-lembaga internasional untuk mengakui bahwa persoalan Xinjiang, Uighur, dan Hong Kong adalah masalah internal China dan Beijing berhak penuh memutuskan solusi yang sesuai dengan kepentingan China untuk menyelesaikannya, tentu saja dengan berbagai feedback yang sepadan bagi negara-negara mitranya

Jadi kembali ke persoalan Papua di ranah Internasional, negosiasi untuk mendapat pengakuan semacam itu tentu memerlukan imbal balik yang sepadan dengan negara-negara yang akan mendukung Indonesia di PBB, terutama negara-negara besar seperti Amerika dan China. Semisal pemerintah bisa mendapatkan dukungan penuh dari Amerika dan Israel untuk menumpas OPM dengan cara Jakarta, jika Indonesia juga menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel, misalnya. Jika itu terjadi, maka otomatis negara-negara sekutu Amerika juga berpeluang akan mengikuti langkah Amerika, bahkan akan diikuti oleh negara-negara Timur-Tengah yang bermitra strategis dengan Amerika seperti Saudi dan UEA.

Langkah tersebut kemudian harus diikuti dengan kebijakan ekonomi di Papua. Pemerintah harus membangun Papua lebih serius lagi. Selain infrastruktur, kemiskinan di Papua masih tinggi, penganggurannya pun tak berbeda, juga sama dengan tingkat ketimpangannya. Di saat yang sama, masyarakat Papua terus menyaksikan kekayaan alamnya dikeruk habis-habisan, hutan-hutannya ditebang, lahan mereka dipreteli, dan uangnya entah kemana. 

Dengan kondisi itu, perlu evaluasi kebijakan ekonomi dan fiskal untuk Papua, agar keberadaan negara Indonesia bisa mereka rasakan manfaatnya. Bagi hasil pajak wajib diteruskan, namun dana otsus perlu disempurnakan penyalurannya, agar tidak hanya dinikmati oleh segelintir elit lokal.  Aktifitas-aktifitas ekonomi bisnis harus melibatkan masyarakat setempat, jika SDM nya belum memadai, maka wajid diupayakan agar segera memadai. 

Dan setelah itu berlanjut kepada kebijakan sosial budaya, pengembangan mentalitas, dan perlindungan lingkungan.  Pemerintah harus lebih agresif ketimbang organisasi nirlaba atau gereja.  Alokasi fiskal untuk pembangunan sosial dan pengembangan budaya harus ditetapkan secara proporsional, seiring dengan anggaran pelestarian lingkungan dan penetapan aturan-aturan fundamental untuk menjaga lingkungan.  Tidak saja terkait dengan pelestarian budaya, tapi juga pengembangan budaya yang membaurkan kearifan lokal dan kepentingan ideologi nasional. Aturan-aturan terkait social order di sana harus dijabarkan secara manusiawi dan bernuansa environmental, tidak saja atas pertimbangan ekonomi,  tapi juga atas pertimbangan keberlanjutan kebudayaan dan lingkungan Papua.

Dan akhirnya, peran ilmu antropologi selain yang disebutkan dalam beberepa point diatas adalah dengan melakukan pendekatan antropologis. Dalam artian bahwa, mempelajari system kebudayaan masyarakat setempat,guna mencari solusi atas masalah yang sedang dihadapi. Karena umumnya budaya orang Papua sangatlah terbuka, sehingga diperlukan penjelasan tentang suatu permasalahan. Dalam hal ini,mengenai alasan mengapa janji-janji banyak yang tidak terjadi, begitu juga tentang mengapa terjadi pelanggaran HAM. Sehingga terjadi kesimbangan dalam menyelesaikan konflik di Papua,serta dapat memutus siklus konflik dan kekerasan di tanah Papua.  

                                                                                                

                                                                                          SALAM MERDEKA



Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "UPAYA KONSILIDASI PERDAMAIAN DI PAPUA "

Unknown mengatakan...

Good Job. Good start. Good Topic.
Aae sudah mulai kebiasaan intelektual yg jarang dipunyai generasi sekarang. Lanjutkan dan jangan berhenti.Memulis adalah jalan belajar yg sangat dahsyat. Karen amenukia kita pasti terus membaca ..terus mencari dan meneliti.
Jadikan moto Tulilah apa yg dikatakan dan katakan apa yg ditulis., Jadi alas semangat utk stay wrrting...thinking ..reading...speaking and listening.
Semangat e anak de Guru Frans Ebat mantan Guru saya di SDJ Lamba Ketang.

Gulifebat mengatakan...

Hallo kk,terima kasih saya ucapkan atas dukungannya.Saya akan stay menulis,berpikir,membaca,dan juga belajar seperti yang ite katakan.Salam semangat buat iteπŸ™πŸ™