SEPUCUK SURAT UNTUK KEKASIH

 

SEPUCUK SURAT UNTUK KEKASIH



 

            Semenjak perjumpaan di pasar beberapa hari yang lalu. Saya mulai terbelenggu rasa rindu yang tak menentu. Saya juga bingung ada apa dengan saya, tidak seperti biasanya. Beberapa kali kawanku mengagetkanku karena sedang melamunan diri seorang gadis. “Hey, brogan kenapa lu?”, seru si Thobi yang duduk paling dekat dengan saya dan orang paling dekat dengan hubungan dengan saya. “Sond apa-apa kawan”, ucap saya gelagapan, karena ditanya pada sat saya melamun. Kembali muncul wajah cantik nan mempesona itu dalam bayangan saya, saya tersennyum sendiri lalu menunduk, untuk menghindar dari penglihatan orang, tetapi si Asep telah melihatnya, “Hey, bung. Lu su gila ko? Tertawa sendiri sond jelas ni”, seru Asep keras yang duduk tepat di depan saya. Saya terkaget lagi dan kali ini saya tidak bisa menghidar lagi. “Beta sedang memikirkan seorang Wanita yang be temui di pasar beberapa hari yang lalu. Sangat cantik bro. Be berani bersumpah”, ucap saya berusaha jujur. Tetapi malah diketawakan oleh mereka. “Lu su gila. Wanita banyak bro, yang cantik ju banyak. Lu raja gombal ni,  sond biasa pikir dong, lu kas ghosting sa dong. Hhahahah”, jawab Thobi si sahabat gila saya, yang lain pun menyetujui apa yang dikatakan Thobi. Saya hanya berpasrah, karena yang mereka katakan juga ada benarnyadan memang itu benar.

“Lanur, co lihat Leony tu, makin gagah sa setiap hari na. Be rasa itu be pu jodoh,” seru si Thobi dari sebelahku sambil menunjuk kearah si Leony yang sedang berjalan bersama kawannya. Serentak teriakan dari teman-teman “Huuuuu”. “Jang mimpi o Thobi, nanti orang ambil jang nangis o. Hahahaah”. seru si Asep lagi menambahkan. Thobi hanya tersenyum saja menaggapinya mereka. Tapi tunggu dulu, kita kembali ke Leony, eh bukan Leony tapi temannya. Itu gadis cantik yang saya temui di pasar. Saya langsung bangun dan bergegas mendekati si temannya Leony. Melihat saya pergi tanpa pamit, Thobi pun pamit dengan kawan-kawan untuk menyusul saya. “Hey, brogan lu kenapa pi sond ajak beta” protes Thobi yang berhasil menyusul saya. Saya tidak menjawab, hanya meberi kode dengan menunjuk ke arah Leony. “Kenapa lu ni, lu mo kejar Leony ju. Lu sond kasihan beta”, jawab Thobi asal, tak mengerti maksud saya. “Bukan Leony, tapi temannya”, saya menjawab sambil berjalan mendekati Leony dan temannya di bangku taman. Ia melihat ke arah saya dan tersenyum, aduh Tuhan cantik bukan main. Menambah pesona cantik naturalny, ditambah senyum yang mempesona. Lengkap sudah. Sempurna, kata Demian. Saya gugup, jantung berdegup tak karuan. “Hai, kamu yang kemarin kan?”, ia memulai percakapan. Saya tambah gugup, ketika ia katakana bahwa ia masih ingat saya. Serentak saya hanya menjawab dengan anggukan. Saya terpesona sekali. Tapi saya harus berani tunujukan bahwa seorang gentleman. Perkenalan pun di mulai, dan saya tahu namanya, Catherin. Sangat indah bukan. Dan hari-hari perkuliahan terasa sangat menyenangkan.

 

*     *             *

            Saya tersenyum di ruangan saya. Saya sedang kembali ke masa muda dulu, masa kuliah, masa ceria. Intinya masa yang sangat menyenangkan. Saya bernama Lanur Somaldio. Istri satu dan anak dua orang. Saya bekerj di sebuah perusahan penyiar televisi terbesar di kota Bambor ini. Istri saya seorang wanita karir, tetapi tak melupakan tugas seorang istri untuk melayani suami dan merawat anak-anak. Terlalu Panjang jika saya menjelaskan semua tentang isti dan anak saya. Intinya dua anak saya sudah berada di sekolah menengah. Itu saja perkenalannya. Saya kembali duduk di kursi saya, dan mengambil sebuah surat yang saya letakan di dalam pigura foto saya. Itu adalah foto Catherin, teman yang membuat masa kuliah terasa sangat menyenangkan. Ia adalah wanita yang berhasil membuatku jatuh cinta untuk pertamakalinya.

                Wanita dengan senyum terindah yang pernah aku lihat, lengkap dengan lesung pipi yang menggoda menambah keindahan senyum itu. Saya melihat surat yang saya ambil tadi, tertulis di sampulnya, ‘Untuk Lanur Sang Kekasih’. Surat yng sudah berulangkali aku baca isinya, dan hamper hafal setiap kata dan tanda bacanya.

                                                                                 *          *          *

Kita kembali lagi ke masa kuliah. Dimana saya mulai akrab si dia, siapa lagi kalau bukan Catherin. Saya banyak meluangkan waktu untukknya, mebiarkan tugas kuliah numpuk dan diselesaikan tengah malam hingga, dan efek yang paling sulit disembunyikan adalah, ngantuk atau bahkan tidur saat kuliah. Tetapi itu bukan halangan bagi saya selama saya belum mendapatkan hati Catherin. Saya berusaha menjadi orang yang penting baginya, berusaha selalu ada untuknya. Walaupun orang selalu bilang, bahwa saya sudah tidak mau kuliah dan lebih mementingkan si Catherin, tapi itu kata mereka bukan saya yah. “Lanur, lu sond mo kuliah lai. Lu sibuk sama si Catherin teros” kata Thobi suatu kali. Tapi saya menjawab, “Sond apa-apa, yang pentingkan be sond buat sibuk lu. Kuliah, be rasa masih aman-aman sa. Tugas be kumpul ju”. Thobi hanya tersenyum, dan kemudian merangkul saya. Dia katakan, “Nur, be ju mengarti lu a, hanya be pu telinga yang talalu panas ato apa la, kalo dengar kawan dong baomong tentang lu na”. Kami berjalan ke kelas untuk mengikuti mata kuliah selanjutnya, secara tidak di duga dan tidak disangka kami bersua dengan si dia, Catherin. Dia hanya tersenyum dan kemudian berlalu menuju kelasnya. “Thobi, lu tau ko sonde. Be sebenarnya su jatuh cinta deng Catherin, tapi be malu ungkap perasaan deng dia”, kata saya ketika Ketika sudah duduk di bangku. “Lu belum pacaran deng Catherin? Be pikir  selama ini, lu sibuk urus di ana, karena basong dua su pacarana?, seru Thobi agak kaget, hanya suaranya yang diperhalus. Saya hanya tersenyum dan menggelengkan kepala saja, untuk menjawab reaksi Thobi. “Be anggap tu be pu kawan, sond lebih a. Lu tau beta to, be sond sibuk pacarana tapi paling peduli deng orang lain”, saya jawab santai sambil membuka laptop, karena bu dosen sudah masuk untuk mulai kuliah.

Suatu kali di hari Valentine, saya mengajak Catherin ke pantai di Alak sana. Saya mengajaknya untuk merayakan Hari Valentine di sana, bersama Thobi dan Leony juga. Sesamapai di pantai, saya mengajaknya untuk duduk berdua di tembok penahan. “Cath, selamat Hari Valentine”, ucap saya memulai pembicaraan. Kami salaing bersalaman, rasanya semakin menggebu degup jantung. “Selamat juga yah Nur”, jawabnya dengan suara teramat manis, atau saya yang terlalu lebay untuk mengatakannya.

“Kamu tau bedanya kamu sama pahlawan?”

“Apa tuh?” tanyanya penuh antusias dengan senyum mempesona

“Pahlawan tu kan dikenang, kalo kmu disayang” mulailah gombalan itu

“Gombal. Itu buaya kalo terlalu banyak gombal” katanya

“Aku tidak gombal, aku maunya seriusan” kataku sambil dengan tawa tertahan. Ia hanya menjawab senyum yang manis. “Kamu itu kalo senyum manis sekali. Sampai aku pernah berdoa kepada Tuhan, supaya diberi senyum dan aku diberi cinta, agar ketika kamu tersenyum aku jatuh cinta”, mendengar itu ia tertawa dan sambil memukul aku. “Kamu kursus gombal dimana?. Hahahah”, katanya dan Kembali tertawa lagi. Aku hanya tersenyum menikmati keindahan senyum dan parasnya yang mempesona. “Catherin”. “Yah” jawabnya sambil masih menahan tawa yang masih tersisa. “Aku mau bicara serius”, kata saya dan mencoba batuk yang dibuat buat. “Yah, silahkan” jawabnya sambil membuka plastik camilan dan kemudian memakannya. “Aku mau jujur, sebenarnya aku suka sama kamu. Aku jatuh cinta sama kamu, sejak pertama kali kita bertemu dulu” sayab ucapkan secara pelan-pelan dan super hati-hati agar mendapat jawaban yang diinginkan. Tetapi ia malah tertawa, dan bilang “Ah jangan becanda, Nur” jawabnya sambil merdakan tawanya. “Aku serius” saya berusaha menyakinkannya. Ia tertawa lagi, tapi kali ini bukan tertawa lucu, tetapi mungkin karena senang. “Aku sudah menganggapmu pacarku. Sejak kamu perhatian sama aku, bantuin aku dan banyak hal lain deh. Aku sudah merasa kita sudah lama pacarana, tapi mungkin karena belum ucapan rsmi yah. Sekarang kamu tahu sendiri jawabanku” jawabnya enteng sambil kembali mengunyah camilan, saya senang tapi rasa dia kurang serius. Tekad saya bulat, jalani aja hubungan ini, toh sama aja nantinya. Kami tetap jalan berduadan banyak hal lain yang dikerjakan berdua. Pacarana atau tidak itu urusan lain. Hari Valentine itu akhirnya ditutup dengan kisah indah. “Cath, aku punya puisi buat kamu”, “Coba dibaca aku mau dengar” jawabnya

KAMU

Juliet itu cantik tapi ia milik Romeo

Milea juga sudah punya Dilan

Biar kamu untuk aku saja

Ia tertawa renyah, “Aku juga punya puisi. Bukan kamu saja yang bisa, aku juga bisa”, katanya. “Coba bacakan, siapa tau bagus, buat di daftarin ke lomba puisi antar kelas” saya jawab seadanya saja.

DIMANA

Kamu dimana

Aku sedang merindu

Jangan kemana-mana

Biar di hatiku saja

“Bagus puisinya, cocok buat surat lamaran kerja” “Kok lamaran kerja?” tanya bingung. “Ia lamaran kerja jadi ibu runah tangga kita”. Kali ini dia tertawa sangat keras, mungkin yang kurasa ini tawanya yang paling keras dari sekian cerita lucu yang sering saya ceritakan. Setelah sore, kami menunggu matahari tenggelam, barulag kami pulang. Saya antarkan dia ke kosnya. Dan pulang sama Thobi ke kos saya, karena Thobi tinggal se kos dengan saya

            Masih ada yang kurang, surat yang saya hafal isinya itu, darimana?. Saya tidak perlu ceritakan. Itu adalah surat surat yang diberikan Catherin, ketika kami sudah mendapat gelar sarjana. Isi suratnya adalah kata-kata perpisahan, karena ia hendak melanjutkan pendidika Magisternya di luar negeri. Beberapa puisi dilampirkannya.di sana      

 

 

 

 

 

 <script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-9893867109263963"

     crossorigin="anonymous"></script

 

 

                         

 

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "SEPUCUK SURAT UNTUK KEKASIH"